Budidaya Tanaman Tahunan



MAKALAH BUDIDAYA TANAMAN SEMUSIM
BUDIDAYA TEBU (Saccharum officinale) PADA LAHAN SAWAH
DAN LAHAN KERING

I.                   PENDAHULUAN
Tebu termasuk keluarga Graminae dan merupakan tanaman asli tropika basah yang masih dapat tumbuh baik dan berkembang di daerah subtropika, pada berbagai jenis tanah dari daratan rendah hingga ketinggian 1.400 m diatas permukaan laut (dpl). Tanaman tebu telah dikenal sejak berabad-abad yang lalu oleh bangsa Persia, Cina, India dan kemudian menyusul bangsa Eropa yang memanfaatkan sebagai bahan pangan benilai tinggi yang dianggap sebagai emas putih, yang secara berangsur mulai bergeser kedudukan bahan pemanis alami seperti madu.
Sekitar tahun 400-an tanaman tebu ditemukan tumbuh di beberapa tempat di P. Jawa, P. Sumatera, namun baru pada abad XV tanaman tersebut diusahakan secara komersial oleh sebagian imigran Cina. Diawali kedatangan bangsa Belanda di Indonesia tahun 1596 yang kemudian mendirian perusahaan dagang Vereeniging Oost Indische Compagnie (VOC) pada bulan Maret 1602, mulailah terbentuknya industri pergulaan di Indonesia, yang kemudian dipacu dengan semakin meningkatnya permintaan gula dari Eropa pada saat itu. Sejarah Indusri gula di Indonesia, khususnya di Jawa penuh dengan pasang surut. Pada dekade 1930-an industri gula di Indonesia mencapai puncaknya dengan produksi gula sebesar 3 juta ton dengan areal pertanaman seluas 200.000 ha yang terkonsentrasi di Jawa. Pada masa itu terdapat ± 179 pabrik gula yang mampu memproduksi 14,8 ton gula/ha.
Batang tebu dapat mengandung air gula yang berkadar sampai 20%. Tebu mempunyai beberapa manfaat antara lain untuk meredakan jantung berdebar, panas/demam, dan batuk. Bagian yang digunakan untuk pengobatan adalah sarinya yang kemudian diminum.


II.                ISI
A.    Syarat Tumbuh
Tanaman tebu merupakan tanaman hari pendek yang dapat tumbuh pada ketinggian 0-1400 m dpl diantara 350 LS – 390 LU dengan jumlah curah hujan 1500-3000 mm/th. Tanaman tebu dapat dipanen saat umur 8-11 bulan di lahan kering dan 14-18 bulan di sawah. Tumbuh di daerah dataran rendah yang kering. Iklim panas yang lembab dengan suhu antara 25ºC-28ºC. Tanah tidak terlalu masam, pH diatas 6,4. Ketinggian kurang dari 500 m dpl.
Agar tanaman tebu mengandung kadar gula yang tinggi, harus diperhatikan musim tanamnya. Pada waktu masih muda tanaman tebu memerlukan banyak air dan ketika mulai tua memerlukan musim kemarau yang panjang. Daerah penghasil tebu terutama di Jawa, Sumatera Selatan, Sumateran Barat, Lampung dan Nusa Tenggara.
·      Faktor Tanah
Tanah yang terbaik adalah tanah subur dan cukup air tetapi tidak tergenang. Jika ditanam di tanah sawah dengan irigasi pengairan mudah di atur tetapi jika ditanam di ladang/tanah kering yang tadah hujan penanaman harus dilakukan di musim hujan. Ketinggian Tempat yang baik untuk pertumbuhan tebu adalah 5-500 m dpl.
Tanah merupakan faktor fisik yang terpenting bagi pertumbuhan tebu. Tanaman tebu dapat tumbuh dalam berbagai jenis tanah, namun tanah yang baik untuk pertumbuhan tebu adalah tanah yang dapat menjamin kecukupan air yang optimal. Tanah yang baik untuk tebu adalah tanah dengan solum dalam (>60 cm), lempung, baik yang berpasir dan lempung liat. Derajat keasaman (pH) tanah yang paling sesuai untuk pertumbuhan tebu berkisar antara 5,5 – 7,0. Tanah dengan pH di bawah 5,5 kurang baik bagi tanaman tebu karena dengan keadaan lingkungan tersebut sistem perakaran tidak dapat menyerap air maupun unsur hara dengan baik, sedangkan tanah dengan pH tinggi (di atas 7,0) sering mengalami kekurangan unsur P karena mengendap sebagai kapur fosfat, dan tanaman tebu akan mengalami “chlorosis” daunnya karena unsur Fe yang diperlukan untuk pembentukan daun tidak cukup tersedia. Tanaman tebu sangat tidak menghendaki tanah dengan kandungan Cl tinggi.
·      Faktor Iklim
-          Curah Hujan
Tanaman tebu banyak membutuhkan air selama masa pertumbuhan vegetatifnya, namun menghendaki keadaan kering menjelang berakhirnya masa petumbuhan vegetatif agar proses pemasakan (pembentukan gula) dapat berlangsung dengan baik. Berdasarkan kebutuhan air pada setiap fase pertumbuhannya, maka secara ideal curah hujan yang diperlukan adalah 200 mm per bulan selama 5 – 6 bulan berturutan, 2 bulan transisi dengan curah hujan 125 mm per bulan, dan 4 – 5 bulan berturutan dengan curah hujan kurang dari 75 mm tiap bulannya. Daerah dataran rendah dengan curah hujan tahunan 1.500 – 3.000 mm dengan penyebaran hujan yang sesuai dengan pertumbuhan dan kemasakan tebu merupakan daerah yang sesuai untuk pengembangan tanaman tebu.
-          Sinar Matahari
Radiasi sinar matahari sangat diperlukan oleh tanaman tebu untuk pertumbuhan dan terutama untuk proses fotosintesis yang menghasilkan gula. Jumlah curah hujan dan penyebarannya di suatu daerah akan menentukan besarnya intensitas radiasi sinar matahari. Cuaca berawan pada siang maupun malam hari bisa menghambat pembentukan gula. Pada siang hari, cuaca berawan menghambat proses fotosintesis, sedangkan pada malam hari menyebabkan naiknya suhu yang bisa mengurangi akumulasi gula karena meningkatnya proses pernafasan.
-          Angin
Angin dengan kecepatan kurang dari 10 km/jam adalah baik bagi pertumbuhan tebu karena dapat menurunkan suhu dan kadar CO2 di sekitar tajuk tebu sehingga fotosintesis tetap berlangsung dengan baik. Kecepatan angin yang lebih dari 10 km/jam disertai hujan lebat, bisa menyebabkan robohnya tanaman tebu yang sudah tinggi.
-          Suhu
Suhu sangat menentukan kecepatan pertumbuhan tanaman tebu, sebab suhu terutama mempengaruhi pertumbuhan menebal dan memanjang tanaman ini. Suhu siang hari yang hangat atau panas dan suhu malam hari yang rendah diperlukan untuk proses penimbunan sukrosa pada batang tebu. Suhu optimal untuk pertumbuhan tebu berkisar antara 24 – 30 oC, beda suhu musiman tidak lebih dari 6o, dan beda suhu siang dan malam hari tidak lebih dari 10o.
-          Kelembaban
Kelembaban udara tidak banyak berpengaruh pada pertumbuhan tebu asalkan kadar air cukup tersedia di dalam tanah, optimumnya < 80%.

B.     Persiapan Lahan dan Pengolahan Tanah
Pada umumnya budidaya tebu lahan sawah pelaksanaannya sebagian besar secara manual. Untuk budidaya tebu lahan sawah diperlukan saluran untuk mengatur muka air tanah. Membuka lahan diawali dengan membuat saluran membujur dan saluran melintang. Luasan satu hektar dibagi menjadi 10 petak yang dibatasi oleh got malang dan got membujur. Setelah itu dibuat lubang tanaman (juringan) secara manual dengan ukuran panjang 10 m dan lebar pusat ke pusat (pkp) 1,10 m dengan kedalaman 40 cm, sehingga dalam 1 hektar dapat diperoleh 1400 lubang tanam.
Budidaya tebu pada lahan kering biasanya dilakukan secara mekanisasi dan pengairannya sangat tergantung pada curah hujan. Pengolahan lahan diawali dengan pembajakan I yang bertujuan untuk membalik tanah dan memotong sisa-sisa vegetasi awal yang masih tertinggal. Setelah 3 minggu dilakukan pembajakan tahap II dengan arah tegak lurus hasil pembajakan I. Setelah itu lahan dilakukan penggaruan yang bertujuan untuk menghancurkan bongkahan-bongkahan tanah hasil pembajakan dan meratakan permukaan tanah. Sisa-sisa vegetasi awal yang muncul saat pengolahan lahan diambil secara manual. Kemudian dibuat alur tanam untuk memudahkan saat penanaman.



C.    Persemaian
Bibit tebu yang digunakan dapat berupa bibit bagal (bibit mentahan) atau bibit rayungan. Bibit bagal dapat diperoleh dari tanaman tebu yang berumur 0-7 bulan yang dipotong yang kemudian dibengkokkan tanpa mengklentekkan daun pembungkusnya agar mata-mata tunas tidak rusak. Sedangkan untuk memperoleh bibit rayungan yaitu dengan memangkas batang tanaman tebu yang sebelumnya daunnya diklentek. Hal ini bertujuan agar pertumbuhan mata tunas tidak terhambat. Bibit rayungan membutuhkan banyak air sehingga pertumbuhannya lebih cepat jika dibandingkan dengan bibit bagal. Tetapi bibit rayungan mempunyai kelemahan yaitu tunas akan mudah rusak dan daya simpannya tidak lama. Selain bibit bagal atau rayungan ada pula bibit dederan/ceblok yaitu bibit yang ditanam dahulu sebelu diceblokkan. Biasanya bibit ini digunakan untuk persediaan sulaman.
Varietas untuk lahan kering harus memiliki sifat-sifat tertentu, antara lain:
·         Mempunyai daya tahan kekeringan
·         Mudah berkecambah, cepat beranak dan bertunas banyak.
·         Mempunyai daya tahan kepras yang baik.
·         Rendemen tinggi
·         Mudah diklentek
·         Tahan roboh
varietas-varietas unggul untuk tebu lahan kering atau tegalan berdasarkan hasil penelitian yang dikeluarkan oleh P3GI (1990) diantaranya, adalah (PS 77-1381, PS 77-1553, PS 78-561, PS 79-1497, PS 80-1070).

D.    Penanaman
Umumnya tebu ditanam pada pola monokultur pada bulan Juni-Agustus (di tanah berpengairan) atau pada akhir musim hujan (di tanah tegalan/sawah tadah hujan). Terdapat dua cara bertanam tebu yaitu dalam aluran dan pada lubang tanam. Pada cara pertama bibit diletakkan sepanjang aluran, ditutup tanah setebal 2-3 cm dan disiram. Cara ini banyak dilakukan dikebun Reynoso. Cara kedua bibit diletakan melintang sepanjang solokan penanaman dengan jarak 30-40 cm. Pada kedua cara di atas bibit tebu diletakkan dengan cara direbahkan. Bibit yang diperlukan dalam 1 ha adalah 20.000 bibit.
Bibit yang digunakan di lahan sawah dapat berupa bibit bagal atau bibit rayungan. Umumnya digunkaan bibit dengan 2 mata untuk menjaga kepastian tumbuh. Dalam satu meter juringan ditanam 5 – 6 stek bibit. Waktu tanam yang ideal untuk tebu sawah adalah bulan Mei – Juni, sehingga pada saat panen bulan Juli – September tanaman sudah cukup masak dan memiliki bobot tebu yang tinggi. Penanaman bibit diusahakan agar mata bibit menghadap ke samping. Apabila mata bibit menghadap keatas maka tunas akan muncul lebih dulu pada permukaan tanah daripada mata bibit yang menghadap kebawah. Keadaan tersebut disebabkan oleh waktu yang dibutuhkan oleh tunas untuk mencapai permukaan tanah menjadi dua kali lebih lama, secara perhitungan jaraknya lebih jauh untuk mencapai permukaan tanah sehingga mengakibatkan pertumbuhan tidak seragam dan pertumbuhan tunas terganggu.
Pada prinsipnya persiapan bibit yang ditanam di areal lahan kering sama dengan yang ditanam di sawah. Namun karena kondisi yang terlalu kering dipakai bibit bagal mata empat. Waktu tanam tebu di lahan kering terdiri dari dua periode, yaitu: Periode I yaitu menjelang musim kemarau (Mei – Agustus) pada daerah – daerah basah dengan 7 bulan basah dan daerah sedang yaitu 5 – 6 bulan basah, atau pada daerah yang memiliki tanah lembab. Namun dapat juga diberikan tambahan air untuk periode ini. Periode II yaitu menjelang musim hujan (Oktober – November) pada daerah sedang dan kering yaitu 3 – 4 bulan basah.
Bibit yang akan ditanam adalah bibit dengan 11 mata tumbuh per meter juringan. Selain itu juga, untuk menghindari penyulaman yang membutuhkan biaya besar. Bibit ditanam dengan posisi mata disamping dan disusun secara end to end (nguntu walang). Cara penanaman ini bervariasi menurut kondisi lahan dan ketersediaan bibit, pada umumnya kebutuhan air pada lahan kering tergantung pada turunnya hujan sehingga kemungkinan tunas mati akan besar. Oleh karena itu, dengan over lapping atau double row, tunas yang hidup disebelahnya diharapkan dapat menggantikannya. Cara penanaman tebu bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut: bibit yang telah diangkut menggunakan keranjang diecer pada guludan agar mudah dalam mengambilnya, kemudian bibit ditanam merata pada juringan/kairan dan ditutup dengan tanah setebal bibit itu sendiri, untuk tanaman pertama pada lahan kering biasanya cenderung anakannya sedikit berkurang dibandingkan tanah sawah (reynoso), sehingga jumlah bibit tiap juringan diusahakan lebih bila dibandingkan dengan lahan sawah (± 80 ku), dan bila pada saat tanam curah terlalu tinggi, diusahakan tanam dengan cara glatimongup (bibit sedikit terlihat).

E.     Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman tebu meliputi penyulaman, penyiangan, pengairan atau penyiraman, pemupukan, klentek, pembumunan, dan perlindungan terhadap hama dan penyakit.
Penyulaman merupakan kegiatan mengganti tanaman yang mati atau tumbuh secara tidak normal. Pada penyulaman tanaman tebu dilakukan saat 5-7 hari setelah tanam. Dalam kegiatan penyulaman diikuti dengan penyiraman agar tidak mati.
Penyiraman/pengairan pada waktu tanam tidak boleh berlebihan dan tidak boleh kering (tidak disiram) selain itu penyiraman juga tidak boleh terlambat. Untuk tebu lahan kering, air tergantung dari hujan. Sedangkan tebu lahan sawah dari irigasi.
Penyiangan pada tanaman tebu dilakukan saat tanaman berumur 2-6 minggu. Hal ini karena umur 2-6 minggu merupakan fase kritis untuk pertumbuhan tanaman tebu sehingga perlu dipelihara sehingga tidak ada faktor-faktor yang menganggu pertumbuhan tanaman tebu.
Pada tebu juga dilakukan pembumbunan. Sebelum pembubunan tanah harus disirami sampai jenuh agar struktur tanah tidak rusak.
1)      Pembumbunan pertama dilakukan pada waktu umur 3-4 minggu. Tebal bumbunan tidak boleh lebih dari 5-8 cm secara merata. Ruas bibit harus tertimbun tanah agar tidak cepat mengering.
2)      Pembumbun ke dua dilakukan pada waktu umur 2 bulan.
3)      Pembumbuna ke tiga dilakukan pada waktu umur 3 bulan.
4)      Perempalan Daun-daun kering harus dilepaskan sehingga ruas-ruas tebu bersih dari daun tebu kering dan menghindari kebakaran.
Bersamaan dengan pelepasan daun kering, anakan tebu yang tidak tumbuh baik dibuang. Perempalan pertama dilakukan pada saat 4 bulan setelah tanam dan yang kedua ketika tebu berumur 6-7 bulan.
Pada tebu tidak dilakukan pemangkasan tapi dilakukan klentek yaitu  melepaskan daun kering. Klentek dilakukan pada umur 6-7 bulan agar sinar matahari dapat masuk ke sela-sela rumpun sehingga  mempercepat pengolahan glukosa-sakarosa di dalam batang tebu. Ini berarti harapan meningkatnya rendemen tebu atau produksi kristal.
Pemupukan pada tanaman tebu dapat dilakukan sebelum tanam maupun setelah tanam. Pemupukan yang diberikan sebelum tanam yaitu pupuk kandang dan pupuk TSP. Lalu dilakukan pemupukan  ± 25 hari setelah tanam  yaitu setelah penyulaman pertama dengan menggunakan pupuk ZA. Pemupukan ZA kedua dilakukan saat tanaman berumur ± 1,5 bulan dan setelah selesai penyulaman kedua. Pemupukan harus dibarengi dengan penyiraman agar pupuk dapat larut kedalam tanah dan tidak hilang oleh aliran air permukaan. Sebelum pemupukan dibuat lubang diantara tanaman lalu pupuk dimasukkan dalam lubang kemudian lubang ditutup. Pemupukan yang demikian itu biasa disebut dengan Spot Placement. Kebutuhan pupuk per hektar untuk tebang I 0,5-1 kw/ha dan untuk tebang II 1,5-2 kw/ha.
Perlindungan terhadap hama dan penyakit
Hama
Hama Penggerek batang bergaris (Proceras cacchariphagus), penggerek batang berkilat (Chilitrae auricilia), penggerek batang abu-abu (Eucosma schismacaena), penggerek batang kuning (Chilotraea infuscatella), penggerek batang jambon (Sesmia inferens). Gejala: daun yang terbuka mengalami khlorosis pada bagian pangkalnya; pada serangan hebat, bentuk daun berubah, terdapat titik-titik atau garis-garis berwarna merah di pangkal daun; sebagian daun tidak dapat tumbuh lagi; kadang-kadang batang menjadi busuk dan berbau tidak enak.Pengendalian: dengan suntikan insektisida Furadan 3G (0,5 kg/ha) pada waktu tanaman berumur 3-5 bulan. Suntikan dilakukan jika terdapat 400 tanaman terserang dalam 1 hektar.
Tikus Pengendalian: dengan gropyokan secara bersama atau pengemposan belerang pada lubang yang dihuni tikus.
Penyakit :
a) Pokkahbung Penyebab: Gibbrela moniliformis. Bagian yang diserang adalah daun, pada stadium lanjut dapat menyerang batang. Gejala: terdapat noda merah pada bintik khlorosis di helai daun, lubang-lubang yang tersebar di daun, sehingga daun dapat robek, daun tidak membuka (cacat bentuk), garis-garis merah tua di batang, ruas membengkak. Pengendalian: memakai bibit resisten, insektisida Bulur Bordeaux 1% dan pengembusan tepung kapur tembaga.
b) Dongkelan Penyebab: jamur Marasnius sach-hari Bagian yang diserang adalah jaringan tanaman sebelah dalam dan bibit di dederan/persemaian. Gejala: tanaman tua dalam rumpun mati tiba-tiba, daun tua mengering, kemudian daun muda, warna daun menjadi hijau kekuningan dan terdapat lapisan jamur seperti kertas di sekeliling batang. Pengendalian: tanah dijaga agar tetap kering.
c) Noda kuning Penyebab: jamur Cercospora kopkei . Bagian yang diserang daun dan bagian-bagaian dengan kelembaban tinggi. Gejala: noda kuning pucat pada daun muda yang berubah menjadi kuning terang. Timbul noda berwarna merah darah tidak teratur; bagian bawah tertutup lapisan puiih kotor. Helai daun mati berwarna agak kehitaman. Pengendalian: adalah dengan memangkas dan membakar daun yang terserang. Kemudian menyemprot dengan tepung belerang ditambah kalium permanganat.
d) Penyakit nanas Penyebab: adalah jamur Ceratocytis paradoxa. Bagian yang diserang adalah bibit yang telah dipotong. Gejala: warna merah bercampur hitam pada tempat potongan, bau seperti buah nanas. Pengendalian: luka potongan diberi ter atau desinfeksi dengan 0,25% fenylraksa asetat.
e) Noda cincin Bagian yang diserang daun, lebih banyak di daerah lembab daripada daerah kering. Penyebab: jamur Heptosphaeria sacchari, Helmintosporium sachhari, Phyllsticta saghina. Gejala: noda hijau tua di bawah helai daun, bagian tengah noda menjadi coklat; pada serangan lanjut, warna coklat menjadi jernih, daun kering. Pengendalian: mencabut tanaman sakit dan membakarnya.
f) Busuk bibit Bagian yang diserang adalah bibit dengan gejala tanaman kekuningan dan layu. Penyebab: bakteri. Gejala: bibit yang baru ditanam busuk dan buku berwarna abu-abu sampai hitam. Pengendalian: menanam bibit sehat, perbaikan sistim pembuangan air yang baik, serta tanah dijaga tetap kering.
g) Blendok Bagian yang diserang adalah daun tanaman muda berumur 1,5-2 bulan pada musim kemarau.Penyebab: Xanthomonas albilicans. Gejala: terdapat pada khlorosis pada daun; pada serangan hebat seluruh daun bergaris hijau dan putih; titik tumbah dan tunas berwarna merah. Pengendalian: Menanam bibit resisten (2878 POY, 3016 POY), Lakukan desinfeksi para pemotong bibit, merendam bibit dalam air panas 52,5oC dan lonjoran bibit dijemur 1-2 hari.
h) Virus mozaik Penyebab: Virus. Pengendalian: menjauhkan tanaman inang, bibit yang sakit dicabut dan dibakar.

F.     Panen
Cara Panen
1)      Mencangkul tanah di sekitar rumpun tebu sedalam 20 cm.
2)      Pangkal tebu dipotong dengan arit jika tanaman akan ditumbuhkan kembali. Batang dipotong dengan menyisakan 3 buku dari pangkal batang.
3)      Mencabut batang tebu sampai ke akarnya jika kebun akan dibongkar.Potong akar batang dan 3 buku dari permukaan pangkal batang.
4)      Pucuk dibuang.
5)      Batang tebu diikat menjadi satu (30-50 batang/ikatan) untuk dibawa ke pabrik untuk segera digiling Panen dilakukan satu kali di akhir musim tanam.




III.             KESIMPULAN

1.      Tebu termasuk tanaman Graminae, dimanfaatkan batangnya (rendemen), tumbuh pada ketinggian 0-1400 mdpl, perbanyakan dengan stek (2 mata tunas).

2.      Perbedaan tebu pada lahan kering dan lahan sawah adalah pada pengolahan lahan, penanaman, dan umur panen.


DAFTAR PUSTAKA
Aneahira. 2010. <http://gula-merah.net/33/penyadapan-nira-aren-kelapa-nipah-gula-merah/>. Diakses tanggal 23 November 2012.

Anonim. 2010. Teknik Budidaya Tebu. <http://binaukm.com>. Diakses tanggal 23 November 2012.

Anonim. 2012. <http://manistebuku.blogspot.com/2012/06/sejarah-tanaman-tebu.html>. Diakses tanggal 23 November 2012.

Prihandana, R. 2005. Dari Pabrik Gula Menuju Industri Berbasis Tebu. Proklamasi Publishing House, Jakarta.

Sastrodihardjo, S. R. 1963. Gula dan Tebu Rakjat. Djawatan Pertanian, Djakarta.

Sutardjo, Edhi. 2005. Budidaya Tanaman Tebu. Bumi Aksara. Jakarta.


Srinuryanti. 2005. Usaha tebu lahan sawah dan tegalan di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Agroekonomika 1:105-120.



Comments

Popular posts from this blog

Konservasi dan Reklamasi lahan

Amber (geologi dan mineralogi)

Keharaan dan Nutrisi Tanaman